Sentimen positif datang dari wacana pelonggaran karantina wilayah di Eropa dan Amerika Serikat (AS), sedangkan sentimen positif dikirim oleh harga minyak mentah yang kembali ambrol. Sementara itu, ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini, diantaranya "lomba" penemuan vaksin virus corona yang akan dibahas di halaman 3, 4 dan 5.
IHSG kemarin mengawali perdagangan dengan menguat, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG tercatat bolak balik menguat kemudian melemah sebanyak 4 kali, dan berakhir di zona merah di sesi I. Memasuki sesi II, IHSG kembali masuk ke zona hijau, kali ini mampu terus dipertahankan hingga mengakhiri perdagangan di level 4.529,554, menguat 0,36%.
Meski menguat, tetapi investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 1,1 triliun di pasar reguler dan non-reguler.
Sementara itu, rupiah terpeleset setelah membukukan penguatan tiga pekan beruntun plus di awal pekan.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,59% di Rp 15.400/US$. Depresiasi rupiah semakin membesar hingga 1,14% di Rp 15.485/US$. Seperti pergerakan dalam empat hari perdagangan terakhir, rupiah selalu bangkit di menit-menit akhir sebelum perdagangan ditutup. Rupiah mampu memangkas pelemahan hingga menjadi 0,46% dan mengakhiri perdagangan di level Rp 15.380/US$.
Senin lalu, rupiah menghabiskan mayoritas perdagangan hari ini di zona merah, bahkan menjadi yang terburuk di Asia sejak pagi hingga siang hari. Tetapi di menit-menit akhir, rupiah memangkas pelemahan hingga berbalik menguat 0,26% ke Rp 15.310/US$ di penutupan perdagangan kemarin. Style alias gaya khas rupiah dalam mengarungi perdagangan selalu seperti itu dalam tiga hari perdagangan beruntun pekan lalu, plus kemarin. Bahkan jika melihat jauh ke belakang, pergerakan seperti itu sering kali terjadi, rupiah style!
Untuk diketahui, sepanjang bulan April rupiah hingga Senin (27/4/2020) lalu, rupiah sudah menguat 6,07%. Penguatan yang cukup besar sehingga rupiah rentan terkena aksi ambil untung (profit taking) yang menjadi salah satu faktor dibalik melemahnya rupiah.
Sementara itu dari pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun kembali naik 10,3 basis poin (bps) menjadi 8,095%, dan menjadi yang tertinggi sejak 9 April lalu.
Sebagai informasi, pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga turun, itu berarti sedang ada aksi jual di pasar obligasi.
Pekan lalu, negara-negara besar di Eropa seperti Spanyol, Italia, Jerman, dan Belanda sudah mengumumkan akan membuka lockdown pada bulan Mei setelah melambatnya laju penambahan kasus COVID-19. Beberapa negara bahkan sudah mengizinkan warganya untuk kembali beraktivitas meski masih terbatas.
Pelonggaran lockdown di Eropa akhirnya diikuti oleh Negeri Paman Sam. Beberapa negara bagian di AS mulai mewacanakan untuk membuka lockdown. Gubernur New York, Andrew Cuomo, mengatakan lockdown akan dibuka dalam beberapa fase setelah Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan jumlah pasien rawat inap sudah menurun dalam 14 hari terakhir.
Fase satu, New York dunia usaha di bidang konstruksi dan manufaktur akan diizinkan kembali beraktivitas. Fase kedua dunia usaha perlu rencana untuk beroperasi kembali, termasuk memiliki pengaman individual serta menerapkan social distancing.
Kemudian Gubernur Ohio, Mike DeWine, mengatakan sektor ritel dan jasa bisa kembali beroperasi pada 12 Mei.
Selain itu, negara bagian Alaska, Georgia, South Carolina, Tennessee dan Texas sudah mengizinkan restoran dan beberapa usaha lainnya untuk kembali beroperasi.
Dilonggarkannya lockdown di Eropa dan AS tentunya membuat roda perekonomian perlahan kembali berputar, dan bisa segera keluar dari jurang resesi.
Tetapi kabar bagus tersebut diimbangi oleh kabar negatif dari ambrolnya harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI). Di awal pekan, harga minyak WTI ambrol sekitar 25%, sementara pada Selasa pagi kemerosotan berlanjut lagi lebih dari 18% ke US$ 10,46/barel, sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 12,34/barel atau melemah 3,44%
Sebelumnya di awal pekan lalu, jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa (21/4/2020) dan saat ini yang aktif diperdagangkan adalah kontrak bulan Juni.
"dari" - Google Berita
April 29, 2020 at 06:23AM
https://ift.tt/3f0PvIx
Dari Vaksin Corona hingga Perry Warjiyo, Bisa Angkat Pasar? - CNBC Indonesia
"dari" - Google Berita
https://ift.tt/2rCl872
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
No comments:
Post a Comment